Mari kita sejenak merenungi kehidupan yang telah kita jalani. Sambil melepas semua rasa lelah dan gundah. Hilangkan semua rasa gelisah dan kekecewaan yang pernah dirasakan. Tariklah napas panjang dan luruskanlah kedua kaki sambil bersandar di kursi yang empuk. Bila perlu ambillah segelas air putih dan teguklah sehingga kita benar-benar merasa rileks dan nyaman.
Kemudian pejamkanlah mata sambil membayangkan bahwa kita berada di padang rumput hijau yang luas tanpa batas. Lihatlah, matahari bersinar cerah, dengarkan suara kicauan burung-burung yang saling sahut-menyahut, rasakanlah tiupan angin yang memberi kesejukan. Lihatlah bagaimana rerumputan yang hijau itu sesekali ditiup oleh angin. Lihatlah, ada pelangi yang membentang di bawah sinar matahari...
Lalu kemudian bukalah mata,
Kita baru saja kembali dari sebuah khayalan. Dan saat ini, kita telah telah berada di alam realita..
Kita berada di awal bulan Juni 2012, bulan ke-enam dari tahun masehi. Kita memasuki pertengahan tahun kabisat pertama pada abad ke 21 ini. Kita berada di sini, di zaman yang serba canggih, serba modern, serba ada, jauh dari segala kekurangan. Kita adalah bagian dari peradaban, yang katanya menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan kemanusiaan. Kita merupakan saksi atas setiap permasalahan umat manusia saat ini. Kita sekaligus merupakan bagian dari penderitaan di tengah kacaunya peradaban. Peradaban yang di bangun di atas tatanan hidup yang ambigu. Sebuah tatanan hidup yang mengedepankan hawa nafsu. Tatanan hidup yang mengagung-agungkan materi di atas segalanya. Yakni tatanan hidup yang Sekuler.
Di zaman ini, hidup hanya untuk mencari materi. Segala hal yang dilakukan tidak luput dari nilai-nilai materialisme. Ketenangan hidup diukur dari sejauh mana kepuasan jasmani terpenuhi. Sehingga akal pun tidak lagi berfungsi untuk berfikir, melainkan tunduk kepada hawa nafsu duniawi. Akhirnya, kehidupan individu dan masyarakat pun menjadi tidak terkendali.
Berbagai peristiwa telah kita saksikan di tahun ini, di negeri ini. Sebutlah, mulai dari konflik mesuji, buah dari undang-undang pengaturan sumber daya alam yang liberal, pencabutan perda larangan miras oleh kementrian dalam negeri, rencana pembatasan BBM bersubsidi demi kepentingan negara asing, pemborosan uang rakyat oleh DPR melalui proyek perbaikan gedung dan toilet DPR di saat rakyat tercekik dihimpit kemiskinan, kasus-kasus pencabulan dan pemerkosaan, bermunculannya para homoseksual, premanisme, munculnya RUU Keseteraan Gender yang merendahkan derajat perempuan, maraknya geng motor, kecurangan dalam Ujian Nasional, hadirnya pengusung liberalisme Irshad Manji dan Lady Gaga, hingga peristiwa pemberian grasi oleh presiden kepada seorang pengedar narkoba yang masih menjadi kontroversial di tengah-tengah masyarakat.
Telah banyak juga musibah yang kita rasakan, entah itu tsunami, longsor, lumpur, angin puting beliung, kebakaran, dan sebagainya. Namun kita belum juga menyadari apa hikmah di balik itu semua..
Semua kerusakan itu terjadi disebabkan karena penerapan sistem hidup Sekuler. Sistem hidup yang bersumber dari akal manusia dengan keterbatasannya. Sistem hidup yang tidak memanusiakan manusia. Sistem hidup yang membuat manusia menghamba kepada sesama manusia. Sistem hidup yang menjauhkan manusia dari kemuliaannya.
Berbagai permasalahan dan musibah yang telah terjadi itu hendaknya membuat mata hati kita terbuka, bahwa kita telah jauh dari-Nya. Kita telah mengabaikan perintah-Nya. Kita harusnya sadar, bahwa kita adalah makhluk yang lemah. Kita tidak dapat hidup dengan aturan hidup yang kita buat sendiri, melainkan harus ada petunjuk dari-Nya. Kita juga harus menyadari bahwa kita berasal dari-Nya dan nanti akan kembali pada-Nya. Oleh karena itu kita harus segera melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.
Kita harus kembali menerapkan Syariah Islam secara Kaffah dalam setiap bidang kehidupan. Mulai dari aqidah, ibadah, muamalah, sistem sosial, sistem ekonomi, politik, budaya, pendidikan, kesehatan dan sebagainya. Dengan Syariah Islam, darah, harta, jiwa, akal, dan kehormatan kita akan terjaga.
Oleh karena itu, keberadaan kita sebagai bagian dari penderitaan seharusnya menjadikan kita sebagai Agen Perubahan, bukan menjadi pelopor penderitaan. Harus ada upaya penyadaran kepada masyarakat bahwa kita berada dalam sistem yang rusak dan harus segera diganti. Upaya yang dilakukan ini haruslah dilakukan secara terus-menerus hingga masyarakat membara dan bergerak, serta mendorong terwujudnya perubahan itu. Perubahan itu adalah perubahan yang Revolusioner........
Alfariamani, June 1st 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar